Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tanya Jawab Seputar Henna Berdasarkan Pengalaman Pribadi Nay Henna Jember



TANYA – JAWAB

Ya... setiap kali ada pertanyaan, kita wajib dong menjawabnya. Betul? Terlepas jawaban dari kita itu memuaskan si penanya atau tidak, yang jelas kita sudah berusaha untuk menjawabnya.

Nah. Pengalaman saya. Setiap kali saya memakaikan henna untuk calon pengantin, kan pasti bertemu banyak orang tuh, ada ibu, tante, bude, mbak sepupu, adik sepupu, keponakan, nenek, buyut, dan lain-lain lah yang pasti akan sedikit penasaran ketika saya sedang memproses si calon pengantin. Kurang lebih pertanyaan-pertanyaanya seperti ini dan jawaban saya kurang lebih juga seperti ini. Simak, yuk!

T = Tanya | J = Jawab

*
T: “wah, kok bisa ya? Kayak gini ini ada les/sekolahnya mbak?” atau “les/sekolah di mana mbak?”


J: (macam rias aja ada les/sekolahnya) “saya tidak les bu/mbak. Saya belajar sendiri. Otodidak. Lihat-lihat gambar dan video terus ditiru.”

T: “yaa... tapi kalau saya meskipun lihat gambar belum tentu bisa seperti ini mbak. Berarti bakat ini sampean mbak. Suka nggambar ya?”

J: (senyum) “alhamdulillah. Bakat terpendam. Sebenarnya kalau nggambar sih biasa saja bu/mbak. Gak terlalu suka banget. Hanya saja memang saya suka henna. Awalnya dulu sering makai ke orang, lama-lama belajar sendiri kok ketagihan. Akhirnya cari korban tangan. Iseng-iseng diunggah pakai brand, eh laku. Ya alhamdulillah.”

*
T: “harus telaten kalau begini ini ya mbak?”

J: “iya bu/mbak. Harus. Telaten dan sabar. Tapi sebelum kedua hal itu, yang pertama harus suka dulu. Karena berawal dari suka, kemudian muncul rasa telaten dan sabar itu.”

*
T: “ini nggambarnya pakai cetakan ya mbak? Trus tinggal ngelontoki gitu ya?”

J: (senyum agak ketawa dikit) “maaf bu/mbak. Ini saya gambar langsung. Nggak pakai cetakan. Memang ada sih cetakannya henna. Lebih praktis. Tapi saya malah nggak bisa kalau pakai cetakan, jadi nggambar langsung saja.”

*
T: “ini hennanya pakai yang mahal ya? Bukan yang ada di pasar-pasar itu?” atau “ini hennanya sampean bikin sendiri mbak?”
J: “sekarang sudah banyak dijual bu/mbak. Di pasar, di toko, banyak. Ini hennanya sama kok dengan yang di toko/pasar itu. Saya belum bisa ngeracik henna sendiri. Ini hanya saya kemas ulang supaya praktis dan lebih mudah makainya.”

T: “tapi kan ada itu ya mbak yang habis makai henna trus tangannya jadi kayak luka gitu. Melepuh atau semacam mborok gitu. Itu kenapa ya mbak?”

J: “pertama, mungkin memang jenis kuliatnya bu/mbak. Kulit yang sensitif atau mudah alergi. Kadang pas dipakein henna terasa gatal di awal, semacam celekit-celekit begitu tapi sebentar. Kalau sudah kering ya enggak. Kedua, kalau yang sampai melepuh gitu biasanya bahan hennanya bu/mbak. Mungkin henna yang dipakai sudah kadaluwarsa. Biasanya yang hitam sama yang colour henna itu. Makanya saya jarang memakai itu.”

T: “tapi kalau ini aman kan mbak?”

J: “insyaAllah aman bu/mbak. Karena saya belinya di tempat/toko yang aman dan terpercaya. Dan saya juga sering memakainya di tangan sendiri, atau adik, ibu, sodara dan teman-teman saya. Alhamdulillah tidak ada yang alergi atau berdampak negatif.”

T: “bertahan berapa lama mbak hennanya? Bulanan atau mingguan?”

J: “nggak sampai bulanan bu/mbak. Tergantung jenis kulit dan aktivitas tangannya juga. Biasanya sih semingguan bu/mbak. Bisa lebih cepat juga bisa lebih lama. Misalnya kulitnya mudah basah/berkeringat ya cepet hilang. Atau memang tangannya aktif. Aktif di dapur ataupun di sumur, itu juga cepet hilang. Tapi normalnya sih 5-6 hari itu baru hilang.

T: “berarti abis ini kalau dibuat mandi nggak papa mbak?” (biasanya pertanyaan ini muncul ketika baru selesai proses merontokkan henna)

J: “nggak papa mbak. Aman. Sampai 2 hari insyaAllah hasilnya masih tetep bagus meskipun dipakai mandi. Asalkan nggak digosok-gosok dengan keras. Kalau hanya pakai sabun nggakpapa.”

*
T: “pasti sudah masang henna ke mana-mana ya mbak. Sudah lama mbak masang henna begini? Mulai kapan?”

J: “iya bu/mbak. Alhamdulillah. Belum lama kok. Baru satu tahunan lebih dikit. (senyum sambil ketawa, dikit). Mulai saya menikah. Saya juga heran kok bu/mbak. Kenapa bakat terpendam saya ini muncul setelah menikah, kenapa nggak pas kuliah dulu ya. Kan enak punya tambahan uang jajan. Hehe. Bagi saya inilah barokahnya menikah bu/mbak. Membuka pintu rezeki.”

*
T: “nggak pernah diantar suaminya mbak?” atau “biasa berangkat sendiri ya mbak?”

J: “pernah. Beberapa kali saja diantar suami. Tapi saya malah kasihan kalau diantar terus ditungguin. Nunggunya kan pasti lama. Malah nggak kober ngapa-ngapain nanti suami saya bu/mbak. Ya kalau sesama perempuan enak bisa ngobrol apa saja. Lha suami saya? Kasihan nungguin sendirian, gak ada teman ngobrol. Hehe. Kebetulan memang saya biasa ke mana-mana sendiri, itu pun sudah atas izin suami. Dan sekarang saya juga sudah punya teman, jadi insyaallah gak sendirian lagi.”

Sudah. Cukup. Itu dulu jawaban sekaligus ada sedikit curhatan dari saya ketika mendapat pertanyaan-pertanyaan dari calon pengantin yang dihenna dan juga para sanak saudaranya. Mungkin ada beberapa HA yang bernasib sama seperti saya???

Post a Comment for "Tanya Jawab Seputar Henna Berdasarkan Pengalaman Pribadi Nay Henna Jember"