Mari Membaca di Sudut Baca Pustamun dan Nay Henna Jember
Mari Membaca di Sudut Baca Pustamun dan Nay Henna Jember
Selain punya toko yang jual henna, jual eskrim, dan jual
buku serta peralatan tulis. Nay Henna Jember di rumah, di toko punya mertua,
juga ada ruang kosong. Maklum, barang dagangannya masih sedikit.
Kata pepatah sih sedikit demi sedikit lama-lama menjadi
bukit. Mungkin nanti setalah sedikit demi sedikit barang dagangan bertambah
lama-lama barangnya semakin banyak. Kalau barangnya semakin banyak maka semakin
sedikit ruang.
Sepupunya Bapak, Sedang Membaca buku '3 Wali 1 Bidadari' di Sudut Baca Pustamun |
Karena sementara ini masih ada ruang yang sangat lebar di
sebelah etalase jualan kami, maka kami (saya dan suami) menyediakan sebuah
sudut untuk memajang buku koleksi pribadi kami.
Kebetulan saya dan suami sama-sama suka baca buku dan beli
buku. Cuma akhir-akhir ini jarang beli. Dulu pas masih SMA dan kuliah sering
beli buku karena sering dapat beasiswa. Pasti sebagian uang digunakan untuk
membeli buku.
Tidak semua buku koleksi kami hasil membeli. Ada beberapa
buku yang diberi orang lain. Salah satunya adalah buku sejarah tentang
kehidupan Rasulullah. Buku itu saya terima dari Gus Juli, guru saya di
Pesantren Al-Amin.
Dulu, sebelum menikah dengan Mas Suami koleksi buku saya
pajang di rumah. Setelah menikah berangsur-angsur diangkut ke Rumah Henna
Mangaran di Desa Sukamakmur Kecamatan Ajung.
Setelah semuanya sudah terkumpul, maka kami pajang. Setelah
punya toko dan dibuka, pajangan digeser ke sudut toko. Karena masih belum punya
rak buku yang memadai, maka Mas Suami mengatur sebuah mesin jahit tua,
dimodifikasi dengan triplek di atasnya dan menjadi meja. Jadilah rak buku
darurat ala kami. Mas Suami ini memang kreatif. Tidak salah kalau bapak mertua
selalu ngompori bahwa dia itu cucunya mbah Hasbi. Sementara Mbah Hasbi adalah
tukangnya Belanda di zaman sebelum Indonesia Merdeka.
Kembali ke perpustakaan, beberapa orang yang menyumbang buku
bagi perpus kami selain Gus Juli di atas adalah Ahmad Ainun Najib. Dia memberi
buku Ilmu-Ilmu Sosial pada Mas Suami. Sebenarnya tidak diberi sih, Cuma pas
pinjam tidak dikembalikan.
Juga masih ada buku Sosiolinguistik karya Chaer milik Gus
Amal, Putra Kiai Mastur yang pesantrennya dekat rumah. Juga masih belum
dikembalikan karena masih dipinjam dalam waktu yang tidak ditentukan.
Juga ada buku pemberian Cak Herul. Tetangga rumah, yang
kebetulan menemukan buku tua tentang pembagian sastra Indonesia dari rumah Pak
Guru Sapari. Cak Herul ini dulu ngabdi ke Pak Guru sapari. Jadi, nemu buku.
Karena tahu suami saya sekolah jurusan pendidikan bahasa dan sastra maka
diberikan ke Mas Suami.
Terkahir ada buku baru yang dibeli oleh teman Mas Suami. Dia
dulu menjadi pengajar muda di Papua kemudian menempuh profesi guru di Kupang
NTT. Baru pulang dari malang puasa kemarin. Kemudian ngelencer ke rumah kami
setelah hari raya sambil membawakan buku penelitian sosial. Terima kasih Mas
Sofyan David atas bukunya. Semoga memberi manfaat. Tapi sama, akadnya adalah
pinjam dalam waktu yang tidak ditentukan.
Pada Sabtu pagi, ketika saya pergi untuk membeli tiket
kereta, Mas Suami cerita bahwa Lek Suali, adik sepupu Bapak Mertua datang ke
rumah. Sekadar mampir bercengkrama. Usianya sudah lebih dari kepala tujuh.
Begitu melihat ada deretan buku. Dia ambil satu dan dibaca. Begitu cerita dari
Mas Suami.
Keren juga ya. Sudah sepuh masih sudi membaca. Yang dibaca
adalah Tiga Wali dan Satu Bidadari. Yang muda-muda mana nih? Masa kalah sama
yang sudah senior.
Buku jendela dunia, buka bukumu maka kalian akan liat dunia.
Cie macak bijak.
Oh iya. Sebelumnya juga ada Cak Herul yang pinjam buku.
Komik tentang perjalanan kehidupan Gus Dur secara singkat.
Yuk Mampir di sudut baca kami. Gratis kok, tapi jangan
dibawa pulang ya. Biar tidak hilang.
Yang mau nyumbang buku juga boleh. Apalagi yang mau nyumbang
rak buku, cek bolehnya.
Post a Comment for "Mari Membaca di Sudut Baca Pustamun dan Nay Henna Jember"
Ditunggu Komennya ya Sist dan Gan....